
Assallammu’alaikum Wa rohmatullahi Wa barokatuh, kali ini kita akan membahasa perihal dokter, kira-kira niih apakah dokter boleh melihat aurat lawan jenis ketika memeriksa pasiennya?? Hmmm bolehkah?, jika boleh apa saja aturannya, yuuk terus simak tulisan ini sampai selesai ya, semoga bermanfaat.
Dokter melihat aurat lawan jenis ketika memeriksa, bolehkah???, mari kita batasi dulu pembahasan kita pada kali ini, maksud dari judul artikel ialah melihat bagian aurat yang dibutuhkan saja saat pemeriksaan. Tentunya hal ini ada aturannya, ingat melihat aurat wanita saat berobat dibolehkan hanya dalam keadaan hajat (butuh) dan ada kadar atau ukurannya dalam melihatnya. Namun perlu diingat juga, para ulama, menerangkan aturan dalam hal ini tidak seenaknya saja hal itu dibolehkan, apalagi sampai bagian aurat yang diperiksa.
Untuk menjawab pembahasan kali ini, tentunya kita harus memperhatikan berbagai aturannya, sebelum masuk ke aturan seorang dokter boleh melihat aurat lawan jenis ketika memeriksa, kita akan ulas dulu dari beberapa fatwa ulama kontemporer, yakni:
1.Ikhtilat, ikhtilat yakni berduanya seorang lelaki dengan seorang perempuan di tempat sepi.
Dalam hadist berikut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kaum lelaki untuk lebih berhati-hati dalam masalah wanita, yakni :
“”Berhati-hatilah kalian dari menjumpai para wanitaa,” maka seorang sahabat dari Anshar bertanya, “Bagaimana pendapat engkau tentang saudara ipar, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Saudara ipar adalah maut (petaka).” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Perintah menjaga aurat dan menahan pandangan, Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah berfirman (yang artinya) : “Katakanlah Pada wanita yang beriman:”Tolonglah mereka, biarkan mereka, dan tolonglah, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasanya) nampak dari mereka. Dan janganlah menampakkan perehiasan mereka, kecuali kepada suami mereka,atau ayah mereka, atau ayah suarmi mereka, atau putera-putera mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…”[An-Nur/24:30-31].
Hal menundukkan pandangan atau larangan untuk melihat aurat bukan hanya kepada wanita, melainkan kepada Lelaki juga, yuuk simak hadist berikut:
“Dari ‘Abdir –Rahman bin Abi’ Sa’id al- Khudri, dari pembicaraan, bahwasanya Nabi Shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda:”Janganlah seorang lelaki melihat seorang aurat lelaki (yang lain), dan janganlah seorang wanita melihat aurat (wanita lain)”. [HR. Muslim].
Nahh, larangan-larangan di atas sudah sangat jelas, lalu sekarang bagaimana dengan dokter? Bagaimana jika tidak ada dokter wanita jika keadaannya sudah benar-benar urgen? Karena pada umumnya memang benar kalangan dokter wanita cukup langka bahkan dokter spesialis sekalipun.
Syaikh Bin Baz rahimahullah memandang hal ini penting untuk dipahami dan sekaligus menyulitkan. Akan tetapi, kompilasi Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi hadiah ketakwaan dan ilmu kepada wanita, maka ia harus meminta hati-hati untuk dia, benar-benar memperhatikan masalah ini, dan tidak menyepelekan.
Jika memang dalam keadaan darurat disetujui, Islam memang mengizinkan untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diiizinkan. Selama mendatangkan maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya. Seorang muslimah yang keadaanya benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak ada pilihan, (maka) ia bisa pergi kedokter lelaki, baik karena tidak ada dokter muslimah yang mengetahui penyakitanya serta memang bukan yang ahli.
Walaupun demikian, tentu harus memperhatikan rambu-rambu atau aturan-aturan yang ada diantaranya :
- Tetap mendahulukan yang melakukan pengobatan pada pria kepada pria, wanita dengan sesama wanita. Ketika aurat wanita dibuka, maka yang pertama didahulukan adalah dokter wanita muslimah, lalu dokter wanita kafir, lalu dokter pria muslim, kemudian dokter pria kafir. Jika membutuhkan dokter spesialis wanita lalu tidak didapatkan, maka boleh dengan dokter spesialis pria.
- Tidak boleh melebihi bagian aurat yang ingin dibahas. Cukup membaca di aurat yang ingin dibaca, tidak lebih dari itu. Dokter juga berusaha menundukan pandangannya semampu dia. Jika sampai melampaui batas dari yang diizinkan selesai, perulah ia perbanyak istighfar pada Allah Ta’ala.
- Jika dapat mengubah penyakit tanpa membuak aurat, maka itu sudah mencukupi. Namun, jika ingin mengubah lebih detail, jika cukup dengan melihat, maka jangan dilakukan dengan menyetujui. Jika harus setuju dan bias dengan pembatas, maka jangan setuju langsung. Demikian seterusnya.
- Diperlukan kompilasi seorang dokter wanita merawat pasien wanita janganlah sampai terjadi kholwat (bersendirian antara pria dan wanita). Hendaklah wanita dibersamai dengan mahromnya, atau wanita lain yang dipercaya.
- Dokter pria yang benar-benar amanah, bukan yang berakhlak dan beragama yang buruk, dan itu dipertimbangkan.
- Jika auratnya adalah aurat mughollazoh, maka semakin dipersulit dalam melihatnya. Hukum asal melihat wanita pada wajah dan kedua tangan. Melihat aurat lainnya semakin diperketat sesuai kebutuhan. Sementara melihat pembunuhan dan dubur lebih diperketat lagi. Oleh karena itu, lihat aurat wanita saat menerima dan saat khitan libeh diperketat.
- Hajat (kebutuhan) akan berobat memang benar-benar terbukti, bukan hanya didugaan atau sangkaan saja.
- Bentuk melihat aurat saat berobat di sini dibolehkan selama aman dari godaan (fitnah).
Jadi kesimpulannya, baik wanita dan lelaki, harap diperhatikan beberapa peraturan di atas, jadi jangan asal-asalan, diusahakan dahulu, jika masih bisa dengan dokter wanita muslimah maka berusahalah, jika memang tidak bisa, insyaAllah Allah maha Tahu.
Waallahu hu a’alam Bisshowab
Dikutip oleh : (PenaSaban).
Sumber bacaan :